Teguh mengatakan, penurunan suku bunga acuan atau BI Rate sebanyak 200 basis poin sejak Desember 2008, yakni menjadi 7,5 persen, hingga kini belum efektif diikuti dengan penurunan suku bunga kredit perumahan rakyat (KPR). Sejak Desember, bank komersial baru menurunkan suku bunga KPR sebanyak 50 basis poin, yakni berkisar 14-18 persen.
Lambatnya penurunan itu memicu konsumen rumah menengah dengan kisaran harga rumah Rp 150 juta-Rp 1 miliar menunda pembelian sampai bunga KPR diturunkan, sehingga terjadi penurunan penjualan rumah sampai 30 persen. Ketergantungan terhadap KPR non subsidi di sektor menengah rata-rata mencapai 70 persen.
"Tertundanya pembelian rumah berdampak cukup berat bagi pengembang, karena harus menanggung biaya tinggi. Padahal, likuiditas sangat terbatas," katanya. Teguh mengatakan, otoritas moneter dan departemen keuangan seharusnya mengambil kebijakan yang mendorong perbankan untuk menurunkan suku bunga KPR. Hal itu diperlukan agar sektor properti kembali menggeliat, dan membangkitkan sektor riil. Wakil Ketua DPP REI, Djoko Slamet, menambahkan, lambatnya penjualan rumah tidak hanya dipicu oleh suku bunga yang tinggi, melainkan ketatnya penyaluran kredit oleh perbankan.
Sebagian bank kini menurunkan plafon kredit, sehingga biaya uang muka rumah naik dari sekitar 10 persen menjadi 35 persen dari harga rumah. Pengembang, lanjut Djoko, berharap suku bunga kredit perumahan dapat turun hingga 12 persen, menyesuaikan dengan BI rate.
Sumber : Kompas
0 Response to "Penjualan Rumah Turun 30 Persen"